KPK ‘Jaring’ Masalah Korupsi dan Pungli di Raja Ampat
Cakrawalatimes.com | RAJA AMPAT – Di balik keindahan alam kawasan Raja Ampat, surga wisata di ujung Papua, ada misi yang tengah dijalankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tim kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK berkeliling di kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya, untuk menelisik masalah korupsi dan pungutan liar yang merugikan daerah ini.
Tim KPK bergerak dari pulau ke pulau, mendampingi pemerintah daerah dalam penertiban pajak dan retribusi. Dian Patria, Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, menegaskan bahwa langkah ini penting untuk menyelamatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang masih sangat rendah.
“Penertiban harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada PAD,” ujar Dian saat mengunjungi salah satu hotel penunggak pajak di Pulau Mansuar, Selasa (9/7/2024).
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15% dengan nilai pajak dan retribusi tidak lebih dari 1,08% di tahun 2023. Ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan swasta untuk lebih akuntabel dan transparan dalam pengelolaan pajak.
Peran Aktif KPK dan Pemda
Pendampingan KPK tidak hanya fokus pada pemda, tetapi juga melibatkan pelaku usaha. “Kami memastikan bahwa Pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel,” jelas Dian.
Penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi menjadi kunci dalam upaya ini.
Selama perjalanan laut yang memakan waktu lima jam, tim Korsup Wilayah V mengunjungi empat hotel bermasalah di Pulau Urai, Pulau Gam, dan Pulau Mansuar. Hasilnya, ditemukan masih banyak pelaku usaha yang belum memenuhi kewajiban pajak, dengan nilai tunggakan mencapai Rp220,5 juta untuk pajak hotel dan Rp43 juta untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Titik Pungli di Raja Ampat
Tak hanya masalah pajak, KPK juga menerima laporan pungutan liar (pungli) oleh oknum masyarakat kepada wisatawan. Setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, mereka diminta membayar Rp100 ribu hingga Rp1 juta per kapal.
“Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun,” ungkap Dian.
Selain itu, ada pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel. KPK mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat, Yusuf Salim, mengakui bahwa pendampingan KPK memberikan dampak positif.
“Pihak pelaku usaha jadi melihat bahwa kami diawasi oleh lembaga lain. Sehingga kehadiran KPK ini bisa mendorong optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang lebih efektif,” tuturnya.
Meskipun masih banyak tantangan, Yusuf menegaskan komitmen Pemda untuk terus melakukan perbaikan di Kabupaten Raja Ampat. Tujuannya jelas, mencegah kerugian yang lebih besar terhadap PAD dan memastikan kekayaan alam Raja Ampat dapat dinikmati oleh generasi mendatang tanpa beban korupsi dan pungli.
Di balik pesona alamnya yang memukau, Raja Ampat menyimpan harapan besar. Dengan langkah tegas dan kolaborasi semua pihak, masa depan yang cerah untuk kepulauan ini bukanlah mimpi belaka.(rls/C-01)